Penyusun Artikel: Ragil
Waseza. 2016. Hadapi Bonus Demografi Dengan Mindset Menjadi Bos. Artikel
Kependudukan, Nominasi Lomba Blog Kependudukan Tahun 2013 dari Provinsi Jawa
Tengah.
Bonus Demografi merupakan suatu kondisi yang
dialami oleh sebuah negara dimana struktur penduduk usia produktif jauh lebih
banyak dibandingkan dengan penduduk usia muda dan lanjut. Dalam kurun waktu
tersbut, rasio Ketergantungan (dependency
ratio) akan mencapai titik terendah dalam sejarah Indonesia. Kondisi ini
memunculkan suatu kesempatan (the window
of opportunity) yang dapat dimanfaatkan untuk menaikkan kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi.
Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) adalah perbandingan antara jumlah penduduk
berumur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun keatas
dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun. Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang
penting. Semakin tingginya persentase dependency
ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk
yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak
produktif lagi. Sedangkan persentase dependency
ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang
ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum
produktif dan tidak produktif lagi.
Mengamati gambar diatas, Dependency Ratio di Indonesia diprediksi memiliki nilai paling
rendah 46,9 pada tahun 2030. Setelah tahun 2030 beban ketergantungan penduduk
usia tua akan meningkat sehingga beban ketergantungan total akan naik kembali.
Diperkirakan bonus yang dapat disumbangkan oleh penduduk usia kerja akan
menjadi makin kecil karena harus menanggung beban ketergantungan penduduk usia
tua yang jumlahnya akan makin membengkak.
Secara historis, tanda-tanda munculnya fenomena
bonus demografi di Indonesia dimulai pada awal 1990-an melalui keberhasilan
program Keluarga Berencana (KB). Program KB ini dilakukan atas dasar logika developmentalisme dengan asumsi bahwa
ketika populasi penduduk mengalami kelebihan kapasitas (overload), maka itu akan berimplikasi simetris dengan kemiskinan.
Hal ini berbeda dengan konsep keluarga berencana yang dilakukan di negara maju
yang lebih berorientasi pada pengendalian angka fertilitas. Kebijakan keluarga
berencana di negara berkembang diarahkan pada perhitungan ekonomi yang
diarahkan dalam rangka memajukan masyarakat agraris yang masih terbelakang.
Oleh karena itulah, dalam rangka memperbaiki kualitas hidup masyarakat sekaligus
pula mengurangi kemiskinan sehingga beban ekonomi negara berkurang, pertumbuhan
penduduk perlu dikekang. KB dimplementasikan ke tingkat desa melalui program
posyandu, imunisasi, dan vasektomi dengan memanfaatkan saluran korporatisme
negara, seperti PKK, HKTI, maupun Kelompencapir (Jati, 2015: 3).
Jati
(2015: 5) menyatakan Bonus demografi
harus dioptimalkan semaksimal mungkin demi pertumbuhan ekonomi melalui
investasi sumber daya manusia yang modern. Ledakan penduduk usia kerja ini akan
memberikan keuntungan ekonomi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut. 1) Penawaran
tenaga kerja (labor supply) yang besar
meningkatkan pendapatan per kapita jika mendapat kesempatan kerja yang
produktif. 2). Adanya peranan perempuan, yaitu jumlah anak sedikit memungkinkan
perempuan memasuki pasar kerja dan membantu peningkatan pendapatan. 3). Adanya
tabungan (savings) masyarakat yang
diinvestasikan secara produktif. 4). Modal manusia (human capital) yang berkualitas jika ada investasi untuk itu.
Dalam menghadapi bonus demografi, salah satu
faktor seperti tenaga kerja tidak dapat dipandang sebelah mata. Jumlah angkatan
kerja mulai dari tahun 1986 – 2013 selalu meningkat, namun sayangnya hal ini
juga diikuti dengan meningkatnya jumlah pengangguran yang dapat dilihat dalam
grafik di bawah ini:
Berdasar grafik diatas, jumlah pengangguran di
Indonesia selalu meningkat mulai dari tahun 1986-1999 sebesar 6,36% hingga pada
periode tahun 2004-2013 peningkatan pengangguran mencapai 11,24 %. Tentu ini
merupakan hal yang memprihatinkan jika terus berlanjut.
Besarnya pengangguran menjadi gambaran bahwa
tenaga kerja di Indonesia belum sepenuhnya produktif dan terserap dalam
lapangan pekerjaan. Jika terjadi bonus demografi ketika kita belum siap dengan
lapangan pekerjaan, maka yang terjadi adalah ledakan pengangguran usia
produktif. Ledakan pengangguran ini akan memicu berbagai persoalan diantaranya (Policy Brief, Direktorat Pemanduan
Kebijakan Pengendalian Penduduk, 2013):
1. Kriminalitas meningkat;
2. Meningkatnya beban pemerintah dalam hal jaminan kesehatan
dan sosial;
3. Terjadi disparitas pendapatan yang cukup tajam antara SDM
yang terampil dan yang tidak terampil;
4. Meningkatnya persaingan dalam penguasaan Sumber Daya Alam
antara rakyat dengan pemerintah; pemerintah pusat dengan pemerintah daerah;
atau antar pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya.
Berbagai persoalan diatas adalah hal yang
sebaiknya tidak terjadi karena adanya bonus demografi mendatang. Kita
seharusnya sudah bersiap-siap utamanya dengan sumber daya manusia seperti
tenaga kerja. Dalam hal ini penulis memberikan rekomendasi untuk masalah yang
ada yaitu dengan mengubah mindset
atau pola pikir masyarakat angkatan kerja untuk tidak bergantung mencari
pekerjaan namun harus menjadi BOS dan membuat lapangan pekerjaan itu sendiri. Mindset ini merupakan mindset menjadi seorang entrepreneur, menjadi seorang pengusaha.
Cara mudah untuk membentuk mindset entrepreneur
bisa dilakukan dengan beberapa tahapan berikut (bisnisumkm.com):
1. Lihatlah potensi diri Anda. Buat daftar potensi yang Anda
punya, kemudian kembangkan semua potensi yang ada, untuk menciptakan inovasi
baru.
2. Belajarlah dari kisah para pengusaha sukses yang sudah
berhasil mengembangkan bisnisnya dari nol. Dengan begitu Anda akan terinspirasi
dan termotivasi untuk mengikuti jejak kesuksesan mereka dalam menjalankan
bisnis.
3. Ketiga, ikuti pelatihan, seminar atau sharing bisnis yang
bisa membantu Anda mengetahui segala kelebihan dan kekurangan sumber daya, yang
bisa Anda jadikan sebagai prospek bisnis. Bila perlu, lakukan kunjungan
langsung untuk melihat proses operasional sebuah usaha. Dan yang paling utama
dari ketiga langkah tersebut adalah Anda harus tetap “Action!”, karena tanpa
action, maka mimpi kita tentu tidaklah akan menjadi sebuah kenyataan.
Dalam tulisan ini penulis menawarkan gagasan
dalam menghadapi bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia pada tahun 2030
yaitu dengan mengubah pola pikir penduduk angkatan kerja menjadi memiliki pola
pikir BOS atau seorang pengusaha (entrepreneur)
yang bukan hanya pekerja namun juga mempekerjakan orang lain. Dengan
berkembangnya pola pikir tersebut diharapkan akan terjadi peningkatan jumlah
lapangan kerja, sehingga saat terjadinya bonus demografi diharapkan tidak akan
terjadi ledakan pengangguran usia produktif.
Tercukupinya lapangan pekerjaan juga berkaitan
erat dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan kata lain,
terjadinya bonus demografi pada tahun 2030 benar-benar memunculkan suatu
kesempatan (the window of opportunity)
yang dapat dimanfaatkan untuk menaikkan kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi.
Sumber bacaan dan referensi:
Anonim. 2011. Mengubah mindset karyawan
menjadi pengusaha. http://bisnisukm.com/mengubah-mindset-karyawan-menjadi-pengusaha.html.
diakses pada 15 mei 2016 pukul 20.11 WIB.
BKKBN. 2013. Policy Brief: Menangkap
Peluang Bonus Demografi. Direktorat Pemanduan Kebijakan Pengendalian Penduduk.
Jati, Wasisto Raharjo. 2015. Bonus Demografi Sebagai Mesin Pertumbuhan
Ekonomi: Jendela Peluang Atau Jendela Bencana Di Indonesia?. Jurnal:
Populasi, Volume 23 Nomor 1 2015.