Minggu, 26 Juni 2016

HADAPI BONUS DEMOGRAFI DENGAN MINDSET MENJADI BOS

Filled under:

Penyusun Artikel: Ragil Waseza. 2016. Hadapi Bonus Demografi Dengan Mindset Menjadi Bos. Artikel Kependudukan, Nominasi Lomba Blog Kependudukan Tahun 2013 dari Provinsi Jawa Tengah.

Bonus Demografi merupakan suatu kondisi yang dialami oleh sebuah negara dimana struktur penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan dengan penduduk usia muda dan lanjut. Dalam kurun waktu tersbut, rasio Ketergantungan (dependency ratio) akan mencapai titik terendah dalam sejarah Indonesia. Kondisi ini memunculkan suatu kesempatan (the window of opportunity) yang dapat dimanfaatkan untuk menaikkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi.
Rasio Ketergantungan (Dependency Ratio) adalah perbandingan antara jumlah penduduk berumur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun keatas dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun. Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting. Semakin tingginya persentase dependency ratio menunjukkan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.


Mengamati gambar diatas, Dependency Ratio di Indonesia diprediksi memiliki nilai paling rendah 46,9 pada tahun 2030. Setelah tahun 2030 beban ketergantungan penduduk usia tua akan meningkat sehingga beban ketergantungan total akan naik kembali. Diperkirakan bonus yang dapat disumbangkan oleh penduduk usia kerja akan menjadi makin kecil karena harus menanggung beban ketergantungan penduduk usia tua yang jumlahnya akan makin membengkak.
Secara historis, tanda-tanda munculnya fenomena bonus demografi di Indonesia dimulai pada awal 1990-an melalui keberhasilan program Keluarga Berencana (KB). Program KB ini dilakukan atas dasar logika developmentalisme dengan asumsi bahwa ketika populasi penduduk mengalami kelebihan kapasitas (overload), maka itu akan berimplikasi simetris dengan kemiskinan. Hal ini berbeda dengan konsep keluarga berencana yang dilakukan di negara maju yang lebih berorientasi pada pengendalian angka fertilitas. Kebijakan keluarga berencana di negara berkembang diarahkan pada perhitungan ekonomi yang diarahkan dalam rangka memajukan masyarakat agraris yang masih terbelakang. Oleh karena itulah, dalam rangka memperbaiki kualitas hidup masyarakat sekaligus pula mengurangi kemiskinan sehingga beban ekonomi negara berkurang, pertumbuhan penduduk perlu dikekang. KB dimplementasikan ke tingkat desa melalui program posyandu, imunisasi, dan vasektomi dengan memanfaatkan saluran korporatisme negara, seperti PKK, HKTI, maupun Kelompencapir (Jati, 2015: 3).
Jati (2015: 5) menyatakan Bonus demografi harus dioptimalkan semaksimal mungkin demi pertumbuhan ekonomi melalui investasi sumber daya manusia yang modern. Ledakan penduduk usia kerja ini akan memberikan keuntungan ekonomi apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut. 1) Penawaran tenaga kerja (labor supply) yang besar meningkatkan pendapatan per kapita jika mendapat kesempatan kerja yang produktif. 2). Adanya peranan perempuan, yaitu jumlah anak sedikit memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja dan membantu peningkatan pendapatan. 3). Adanya tabungan (savings) masyarakat yang diinvestasikan secara produktif. 4). Modal manusia (human capital) yang berkualitas jika ada investasi untuk itu.
Dalam menghadapi bonus demografi, salah satu faktor seperti tenaga kerja tidak dapat dipandang sebelah mata. Jumlah angkatan kerja mulai dari tahun 1986 – 2013 selalu meningkat, namun sayangnya hal ini juga diikuti dengan meningkatnya jumlah pengangguran yang dapat dilihat dalam grafik di bawah ini:


Berdasar grafik diatas, jumlah pengangguran di Indonesia selalu meningkat mulai dari tahun 1986-1999 sebesar 6,36% hingga pada periode tahun 2004-2013 peningkatan pengangguran mencapai 11,24 %. Tentu ini merupakan hal yang memprihatinkan jika terus berlanjut.


 Berdasarkan grafik diatas, justru angkatan kerja yang berpendidikan tinggi cenderung menganggur dibandingkan dengan angkatan kerja yang tidak menuntaskan bangku pendidikan tingkat dasar. Dengan kata lain Indonesia saat ini masih didominasi oleh pengangguran terdidik yang merupakan lulusan dari sekolah menengah hingga sekolah tinggi.
Besarnya pengangguran menjadi gambaran bahwa tenaga kerja di Indonesia belum sepenuhnya produktif dan terserap dalam lapangan pekerjaan. Jika terjadi bonus demografi ketika kita belum siap dengan lapangan pekerjaan, maka yang terjadi adalah ledakan pengangguran usia produktif. Ledakan pengangguran ini akan memicu berbagai persoalan diantaranya (Policy Brief, Direktorat Pemanduan Kebijakan Pengendalian Penduduk, 2013):
1.    Kriminalitas meningkat;
2.    Meningkatnya beban pemerintah dalam hal jaminan kesehatan dan sosial;
3.    Terjadi disparitas pendapatan yang cukup tajam antara SDM yang terampil dan yang tidak terampil;
4.    Meningkatnya persaingan dalam penguasaan Sumber Daya Alam antara rakyat dengan pemerintah; pemerintah pusat dengan pemerintah daerah; atau antar pemerintah daerah dengan pemerintah daerah lainnya.
Berbagai persoalan diatas adalah hal yang sebaiknya tidak terjadi karena adanya bonus demografi mendatang. Kita seharusnya sudah bersiap-siap utamanya dengan sumber daya manusia seperti tenaga kerja. Dalam hal ini penulis memberikan rekomendasi untuk masalah yang ada yaitu dengan mengubah mindset atau pola pikir masyarakat angkatan kerja untuk tidak bergantung mencari pekerjaan namun harus menjadi BOS dan membuat lapangan pekerjaan itu sendiri. Mindset ini merupakan mindset menjadi seorang entrepreneur, menjadi seorang pengusaha.
Cara mudah untuk membentuk mindset entrepreneur bisa dilakukan dengan beberapa tahapan berikut (bisnisumkm.com):
1.  Lihatlah potensi diri Anda. Buat daftar potensi yang Anda punya, kemudian kembangkan semua potensi yang ada, untuk menciptakan inovasi baru.
2.  Belajarlah dari kisah para pengusaha sukses yang sudah berhasil mengembangkan bisnisnya dari nol. Dengan begitu Anda akan terinspirasi dan termotivasi untuk mengikuti jejak kesuksesan mereka dalam menjalankan bisnis.
3.  Ketiga, ikuti pelatihan, seminar atau sharing bisnis yang bisa membantu Anda mengetahui segala kelebihan dan kekurangan sumber daya, yang bisa Anda jadikan sebagai prospek bisnis. Bila perlu, lakukan kunjungan langsung untuk melihat proses operasional sebuah usaha. Dan yang paling utama dari ketiga langkah tersebut adalah Anda harus tetap “Action!”, karena tanpa action, maka mimpi kita tentu tidaklah akan menjadi sebuah kenyataan.
Dalam tulisan ini penulis menawarkan gagasan dalam menghadapi bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia pada tahun 2030 yaitu dengan mengubah pola pikir penduduk angkatan kerja menjadi memiliki pola pikir BOS atau seorang pengusaha (entrepreneur) yang bukan hanya pekerja namun juga mempekerjakan orang lain. Dengan berkembangnya pola pikir tersebut diharapkan akan terjadi peningkatan jumlah lapangan kerja, sehingga saat terjadinya bonus demografi diharapkan tidak akan terjadi ledakan pengangguran usia produktif.
Tercukupinya lapangan pekerjaan juga berkaitan erat dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan kata lain, terjadinya bonus demografi pada tahun 2030 benar-benar memunculkan suatu kesempatan (the window of opportunity) yang dapat dimanfaatkan untuk menaikkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi.

Sumber bacaan dan referensi:
Anonim. 2011. Mengubah mindset karyawan menjadi pengusaha. http://bisnisukm.com/mengubah-mindset-karyawan-menjadi-pengusaha.html. diakses pada 15 mei 2016 pukul 20.11 WIB.
BKKBN. 2013. Policy Brief: Menangkap Peluang Bonus Demografi. Direktorat Pemanduan Kebijakan Pengendalian Penduduk.
Jati, Wasisto Raharjo. 2015. Bonus Demografi Sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi: Jendela Peluang Atau Jendela Bencana Di Indonesia?. Jurnal: Populasi, Volume 23 Nomor 1 2015.



0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.